Memperkuat Inklusi 2045: Prodi PMI UIN Sunan Kalijaga Bedah Konsep Difabel dan Disabilitas
Yogyakarta, 11 Desember 2025 — Laboratorium Community Development (Comdev) Center Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan Seminar Laboratorium bertema “Difabel dan Disabilitas: Pemikiran Kritis terhadap Terminologi dan Kebijakan di Indonesia.” Kegiatan ini membahas secara mendalam perdebatan terminologi difabel dan disabilitas yang selama ini memengaruhi cara pandang publik, kerangka kebijakan, dan arah pembangunan inklusif di Indonesia.
Seminar ini menyoroti bahwa persoalan terminologi bukan sekadar aspek linguistik, tetapi terkait dengan paradigma epistemologis, politik, dan ideologi yang melekat dalam kebijakan negara. Masih banyak kekeliruan penggunaan istilah seperti penyandang disabilitas, difabel, maupun anak berkebutuhan khusus, yang berdampak pada bias analisis serta pendekatan kebijakan yang cenderung karitatif dan individualistik.
Pembahasan difokuskan pada perbedaan konsep difabel dan disabilitas, perubahan paradigma dari medikalistik menuju model sosial sebagaimana ditegaskan UNCRPD, serta pentingnya reformasi terminologi dan kebijakan bagi visi Indonesia Emas 2045.
Menurut UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD), disabilitas bukanlah kekurangan individu, tetapi hasil interaksi antara kondisi tubuh dan hambatan lingkungan. Hal ini mengharuskan negara menyediakan aksesibilitas, menghapus diskriminasi struktural, dan menjamin partisipasi penuh difabel dalam pembuatan kebijakan.
Narasumber seminar, Suharto, P.hD, menegaskan pentingnya pemaknaan yang tepat terhadap istilah-istilah tersebut.
“Bahasa menentukan bagaimana negara memperlakukan warganya. Ketika kita terus memakai istilah yang mengembalikan hambatan kepada individu, maka kebijakan pun akan berhenti pada level belas kasihan. Padahal, difabel adalah pemegang hak — bukan objek bantuan. Perubahan istilah harus diikuti oleh perubahan paradigma dan struktur kebijakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Suharto menekankan bahwa penggunaan istilah seperti “penyandang disabilitas” atau “anak berkebutuhan khusus” sering kali tidak konsisten dengan pendekatan sosial UNCRPD karena menempatkan masalah pada individu, bukan pada sistem sosial yang tidak inklusif.
“Jika negara ingin benar-benar mewujudkan inklusi 2045, maka terminologi, kebijakan, dan praktik kelembagaan harus berada pada kerangka hak, bukan eufemisme yang menutupi diskriminasi,” tambahnya.
Seminar ini juga menggarisbawahi pentingnya peran media dan lembaga publik dalam membangun representasi yang adil. Penggunaan narasi belas kasihan (charity approach) atau inspiration porn dinilai memperkuat stigma dan menghambat upaya inklusivitas. Media didorong untuk menggunakan istilah yang berbasis hak serta menempatkan difabel sebagai subjek politik dan sosial.
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen Comdev Center dan Prodi PMI UIN Sunan Kalijaga dalam memperkuat literasi kritis, mengembangkan kajian Critical Disability Studies, serta mendorong pembentukan kebijakan sosial yang lebih adil dan inklusif. Melalui kegiatan akademik ini, Prodi PMI terus berperan aktif dalam menghasilkan gagasan strategis yang relevan dengan isu-isu pembangunan sosial di Indonesia.