Kolaborasi Prodi PMI UIN Sunan Kalijaga dan Kalurahan Wukirsari: Dorong Desa Inklusi Melalui FGD dan Pembentukan Kelompok Difabel
Wukirsari, Bantul – 23 Juni 2025. Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bersama Kalurahan Wukirsari menyelenggarakan kegiatan Forum Group Discussion (FGD) dalam rangka penguatan program Participatory Action Research (PAR) menuju terwujudnya Desa Inklusi. Kegiatan ini juga menjadi tonggak awal pembentukan Kelompok Difabel Kalurahan (KDK) Wukirsari sebagai bagian dari strategi pemberdayaan difabel berbasis komunitas.
Kegiatan diawali dengan sambutan dari Kaprodi Pengembangan Masyarakat Islam Siti Aminah, S.Sos.I, M.Si yang menekankan pentingnya sinergi antara kampus dan desa. "Kolaborasi ini merupakan bentuk nyata pengabdian masyarakat berbasis pemberdayaan, di mana perguruan tinggi mendampingi desa dalam mewujudkan keadilan sosial bagi semua warganya, termasuk kelompok difabel," ujar beliau.
Dalam kesempatan yang sama, Lurah Wukirsari, Bapak Susilo Hapsoro, S.E., menyampaikan komitmennya dalam mendampingi proses pembentukan KDK. Ia menekankan pentingnya FGD sebagai ruang aspiratif yang membahas pemberdayaan difabel, alokasi anggaran untuk desa inklusi, pustaka desa inklusi, pelatihan-pelatihan kewirausahaan, hingga pemanfaatan lahan gersang untuk program ketahanan pangan berbasis difabel.
Acara inti dipandu oleh Bapak Suharto pendiri Sigab Indonesia, yang menjelaskan filosofi inklusi dalam konteks desa. Ia menyampaikan bahwa istilah difabel merujuk pada orang dengan kemampuan yang berbeda. “Difabilitas bukan berasal dari kekurangan individu, melainkan dari hambatan lingkungan fisik dan sistem sosial yang diskriminatif,” jelasnya.
Diskusi berkembang dinamis dengan beragam suara dari berbagai pihak:
- Siti Aminah, S.Sos.I, M.Si kembali menekankan dua aspek penting: aksesibilitas fisik (seperti jalan keramik yang licin di balai desa) dan non-fisik (ketersediaan komputer bicara untuk netra, bahasa isyarat untuk tuli).
- Mugi Lestari menanyakan tentang potensi kerjasama spesifik antara jenis difabilitas dan program yang sesuai.
- Fatimah Ratmawati dari Karang Taruna menyampaikan bahwa program pemberdayaan tidak hanya harus menyediakan fasilitas, tapi juga menggali potensi lokal Wukirsari sebagai kekuatan ekonomi difabel.
- Samadi, salah satu warga difabel, mengkritisi kurangnya aksesibilitas dan ketiadaan data difabel yang akurat di desa.
- Zeni, orang tua difabel, menyampaikan pentingnya dukungan moral bagi difabel yang merasa malu atau tidak percaya diri karena kondisi fisik.
- Ela Nagasari melaporkan bahwa banyak difabel di dusunnya yang merupakan pengrajin kipas dan terdapat pula difabel dengan gangguan kejiwaan (ODGJ).
Data lapangan menunjukkan sebagian besar difabel berada di usia remaja (setara SMP), dengan pekerjaan seperti urut, anyaman, warung, atau belum bekerja. Sekitar 67% difabel sudah bekerja. Pemerintah desa telah melakukan pendataan melalui kunjungan dari dinas sosial, dan memberikan santunan kepada kelompok rentan. Program-program seperti pelatihan lokal, penanaman pisang, anyaman Teratai, hingga ternak kambing telah mulai digulirkan.
Pak Yoga, Kamituwa Wukirsari, menyampaikan bahwa meskipun masyarakat sudah mendukung program inklusi, namun fasilitas dan infrastruktur belum mendukung sepenuhnya. “Banyak yang menerima santunan, tapi yang perlu diberdayakan justru yang sudah mandiri. Kita perlu dukungan konkret agar desa inklusi benar-benar terwujud,” ujarnya.
Dibahas pula perihal difabel mental yang membutuhkan pendampingan psikososial. Ditekankan pentingnya edukasi masyarakat agar tidak melabeli atau menstigma, melainkan mendukung pemulihan dan pemberdayaan mental.
Beberapa catatan penting lainnya:
- Sekolah di Wukirsari, seperti SMP Muhammadiyah, contoh sekolah yang menerima siswa difabel.
- Produk-produk karya difabel seperti antena TV, kerajinan tangan, hingga seni pertunjukan (karawitan, hadroh) perlu promosi dan dukungan pemasaran.
- Warga Wukirsari memiliki potensi budaya seperti ternak burung dan seni wayang, serta wadah koperasi Merah Putih untuk penguatan ekonomi lokal.
Salah satu pesan moral kuat disampaikan oleh Dosen PMI Bapak Drs. H. Abu Suhud, M.Pd : “Saling mengenal, saling menolong, saling menciptakan rasa aman—itulah fondasi desa inklusi. Barang siapa menghidupkan satu jiwa, maka ia telah menghidupkan seluruh manusia.”
Penutup kegiatan merumuskan bahwa cara pandang terhadap anak difabel harus berubah—bukan dimanjakan atau dikasihani, tapi diberi ruang untuk tumbuh mandiri dan berdaya. Penguatan kapasitas dapat dilakukan lewat forum keagamaan, kesenian, olahraga, dan aktivitas sosial lainnya.
Kegiatan ini menjadi langkah strategis menuju pembentukan Desa Inklusi Wukirsari, dengan mengusung semangat "dari desa untuk semua". Prodi PMI UIN Sunan Kalijaga bersama Kalurahan Wukirsari akan terus berkomitmen mendampingi hingga terwujudnya tatanan desa yang ramah dan adil bagi difabel.